Wednesday, June 8, 2016

Secarik Kertas Yang Hilang


Berpindah tempat ? atau musnah ?
Hilang ? atau diambil orang ?
Maaf aku tidak mempercayai jika itu berpindah tempat ataupun diambil orang. Tidak, bukan aku, tapi hatikulah yang tidak percaya.
Aku tidak memindahkan dari awalnya. Kuletakkan pada waktu dan tempat yang seharusnya.
Tak terpindah dan tak tersentuh yakinku.
Segala kepercayaanku terletak disana.
Dan pagi buta,,,
Aku tertipu.
Aku dibodohi.
Aku terkecoh oleh kepercayaanku sendiri.
Itu aneh bagi logikaku dan bagi perasaanku.
Secarik kertasku hilang.
Badanku tergerak mencari di sekeliling 3m x 3m.
Diatas sana.
Bukan tapi dibawah sana.
Apa di dalam ini.
Tapi mungkin disana.
Tidak! Disebelah sini.
Oh! Mungkin sebelah sana.
Dan tak ada.
Secarik kertasku hilang.
Tanganku bergetar dan sekujur tubuhku mulai mengikutinya. Mataku mulai menatap ke segala arah bergantian diikuti tengokkan kepala ke kanan dan ke kiri menuju 180° lalu kembali. Mengigil dan kosong. Dingin dan terlalu membingungkan. Kuucap kalimat – kalimat dzikir yang sedikit menenangkanku. Kalimat pengaduan pada Tuhan.
Aku samasekali tak takut tentang nantinya. Tidak! Aku tak berpikir dampak kehilangan ini. Ya! Aku terlalu sibuk dengan pertanyaan :
Mengapa ini bisa terjadi?
Bagaimana ini terjadi?
Aku terlalu takut untuk menghadirkan pertanyaan lain dikepalaku.
Penolakkan takutku membuat pertanyaan itu semakin berputar dan dalam di otakku.
Aku mulai membuka lemari dan mencari lagi lagi lagi sampai akhirnya tanganku mengenai,,,
Parfumku jatuh dengan indahnya kebawah seperti dalam drama. Aku terdiam sejenak sambil menatap serpihan kaca botol parfum yang berkilau dan tersebar. Dan kepanikan mulai beranjak naik. Perlahan semerbak wangi menyelimuti ruangan. Namun hatiku tak turut mewangi. Aku bergegas ingin menstabilkan detak jantungku yang semakin tak teratur dan membuatku berkeringat dengan segelas air.  Kubuka lemari lainnya dengan perlahan dan hati – hati terhadap serpihan kaca yang siap menjebakku.  Dan ku ambil sebuah gelas yang akhirnya pun mengikuti sang parfum. Dalam sekejap sang gelas pun hanya menjadi serpihan kaca dengan ukuran yang tak teratur. Di pagi buta itu seakan semua memilih untuk meledak. Mereka seakan mengejekku yang bahkan tak bisa marah ataupun menangis. Semua seperti bersembunyi menghindari tatapanku yang penuh tanya dalam kebingungan.
Terimakasih waktu, napasku mulai menempatkan hembusan yang seharusnya. Tubuhku yang gemetar mulai ku paksa untuk membersihkan keresahan ruang itu. Namun yang bisa disingkirkan hanya serpihan kaca, rasa rasa lain belum hilang layaknya semerbak wangi itu. Kurebahkan tubuhku dan mulai menatap langit – langit kamar. Seakan menyempit dan menyesakkanku. Kutekuk tubuhku hindari tatapan langit – langit, kupeluk bantal guling yang seakan bagai batu yang tak ingin lentur kupeluk. Kututup tubuhku dengan selimut karna seakan 0°.
Dadaku sudah tak kuat untuk memendam. Ku coba kabarkan pada dunia sempitku seadanya. Tapi kalimat - kalimat yang kupilih sepertinya menggambarkan keanehan dan kebodohan yang mutlak. Aku mencoba manja dan berlindung dengan kalimatku, namun tak tersampaikan dengan baik. Aku mulai mengetik tak teratur dengan tangan gemetarku. Tak sadar apa yang ku ketik namun aku sadar aku butuh ketenangan dari pengaduanku. Namun tetap, tetap saja mereka seperti memberiku kesinisan. Muak dengan dunia sempitku, aku mencoba menyapa air pagi itu. Beranjak keluar kamar dan berselimut air. Sekembalinya ke kamar seperti tak biasa, seperti tergambar senyum – senyum pembodohan. Tanganku meraih mukena dan mulai membuat pengaduan pada Tuhan dengan kebingungan. Aku meminta pengampunan-Nya, perlindungan-Nya, dan ketenangan hati. Ya, aku meminta secara lebih pagi itu. Mulai terdengar suara penenangan samar. Aku tergetar dan meluap. Tapi takutku tak berkurang.
Ku coba sapa hari dengan hirup udara luar, mencoba berjalan meski tangan gemetar. Mencoba tersenyum sebagai luapan ketakutan. Jangan tanya mengapa aku bisa! Ku sapa kawanku ,sembunyikan tanganku mencoba biasa.
Sepanjang keseriusan itu aku masih tergetar. Mencoba tetap mengikuti alur dan berekspresi sesuai suasana. Aku butuh penenangan lain entah dalam bentuk apa, hati ini tetap tak luapkan apa inginnya. Hanya resah dan sesak saja yang ia cerminkan.
Sesekali aku berucap menanggapi rangsangan – rangsangan kalimat luar tentang keseriusan.
Namun meski aku baik dalam bersandiwara pasti ada saja bagian tubuhku yang menolak.
Meski mataku mungkin tertutupi lapisan tabu, namun tanganku sangat jujur kali ini. Sang tangan yang bergetar sejak pagi buta tampilkan keresahan. Aku meminta izin temanku untuk meminjamkan tangannya untuk kugenggam. Senyum simpulnya meraih tanganku tanpa terucap ada apa dan mengapa. Terimakasih. Sepanjang keseriusan itu aliran negatifku tersembuhkan oleh tangan temanku. Dan akhirnya keresahanku tertumpuk keresahan yang lain. Ini seperti bertubi namun masih dapat ku terima. Kau ada di titik dimana kestabilanmu goyah. Tak apa itu membuatku sedikit lupakan.
Meski sehari itu getaranku hilang, namun ketakutanku masih tersimpan. Berfikir tentang bagaimana itu terjadi adalah sesuatu yang membuatku mengingat kembali betapa bodohnya aku. Tak bisa akui pada kenyataan bahwa aku takut, bingung, dan bodoh. Aku terlalu egois untuk mengaku lemah, untuk berucap aku tak sanggup.
Namun aku yakin Tuhan punya maksud yang indah dibalik ini. meski sesuatu yang tak dapat aku tangkap.
 Mungkin Tuhan ingin melihat sejauh mana aku dapat bersandiwara pada insan-Nya dan sebaik apa aku sembunyikan segala gambaran hatiku.
Mungkin Tuhan juga ingin memperingatkan bahwa tidak perlu selalu menyembunyikan kelemahan untuk terlihat kuat. Justru orang – orang  memperlihatkan kelemahan untuk mendapat kekuatan dari orang – orang disekitarnya.
Tidak perlu menahan luapan hati yang seharusnya tertumpah untuk terlihat lebih kuat. Justru orang – orang mendapatkan banyak kekuatan setelah mereka meluapkannya.
Tuhan punya banyak rahasia dan rencana terbaik untuk hamba – hamba – Nya. Aku percaya dan tak goyah disana.
Ini, yang terjadi padaku. Biarkan aku menjadikannya sebagai buku berhalaman tebal mengandung banyak makna, sejarah, dan petuah.
Terimakasih Tuhan atas getaran itu.

Engkau maha segalanya,,,

No comments:

Post a Comment