Berpindah
tempat ? atau musnah ?
Hilang
? atau diambil orang ?
Maaf
aku tidak mempercayai jika itu berpindah tempat ataupun diambil orang. Tidak,
bukan aku, tapi hatikulah yang tidak percaya.
Aku
tidak memindahkan dari awalnya. Kuletakkan pada waktu dan tempat yang
seharusnya.
Tak
terpindah dan tak tersentuh yakinku.
Segala
kepercayaanku terletak disana.
Dan
pagi buta,,,
Aku
tertipu.
Aku
dibodohi.
Aku
terkecoh oleh kepercayaanku sendiri.
Itu
aneh bagi logikaku dan bagi perasaanku.
Secarik
kertasku hilang.
…
Badanku
tergerak mencari di sekeliling 3m x 3m.
Diatas
sana.
Bukan
tapi dibawah sana.
Apa
di dalam ini.
Tapi
mungkin disana.
Tidak!
Disebelah sini.
Oh!
Mungkin sebelah sana.
Dan
tak ada.
Secarik
kertasku hilang.
…
Tanganku
bergetar dan sekujur tubuhku mulai mengikutinya. Mataku mulai menatap ke segala
arah bergantian diikuti tengokkan kepala ke kanan dan ke kiri menuju 180° lalu
kembali. Mengigil dan kosong. Dingin dan terlalu membingungkan. Kuucap kalimat
– kalimat dzikir yang sedikit menenangkanku. Kalimat pengaduan pada Tuhan.
…
Aku
samasekali tak takut tentang nantinya. Tidak! Aku tak berpikir dampak
kehilangan ini. Ya! Aku terlalu sibuk dengan pertanyaan :
Mengapa
ini bisa terjadi?
Bagaimana
ini terjadi?
Aku
terlalu takut untuk menghadirkan pertanyaan lain dikepalaku.
Penolakkan
takutku membuat pertanyaan itu semakin berputar dan dalam di otakku.
…
Aku
mulai membuka lemari dan mencari lagi lagi lagi sampai akhirnya tanganku mengenai,,,
Parfumku
jatuh dengan indahnya kebawah seperti dalam drama. Aku terdiam sejenak sambil
menatap serpihan kaca botol parfum yang berkilau dan tersebar. Dan kepanikan
mulai beranjak naik. Perlahan semerbak wangi menyelimuti ruangan. Namun hatiku
tak turut mewangi. Aku bergegas ingin menstabilkan detak jantungku yang semakin
tak teratur dan membuatku berkeringat dengan segelas air. Kubuka lemari lainnya dengan perlahan dan
hati – hati terhadap serpihan kaca yang siap menjebakku. Dan ku ambil sebuah gelas yang akhirnya pun mengikuti
sang parfum. Dalam sekejap sang gelas pun hanya menjadi serpihan kaca dengan
ukuran yang tak teratur. Di pagi buta itu seakan semua memilih untuk meledak.
Mereka seakan mengejekku yang bahkan tak bisa marah ataupun menangis. Semua
seperti bersembunyi menghindari tatapanku yang penuh tanya dalam kebingungan.
…
Terimakasih
waktu, napasku mulai menempatkan hembusan yang seharusnya. Tubuhku yang gemetar
mulai ku paksa untuk membersihkan keresahan ruang itu. Namun yang bisa
disingkirkan hanya serpihan kaca, rasa rasa lain belum hilang layaknya semerbak
wangi itu. Kurebahkan tubuhku dan mulai menatap langit – langit kamar. Seakan
menyempit dan menyesakkanku. Kutekuk tubuhku hindari tatapan langit – langit,
kupeluk bantal guling yang seakan bagai batu yang tak ingin lentur kupeluk.
Kututup tubuhku dengan selimut karna seakan 0°.
…
Dadaku
sudah tak kuat untuk memendam. Ku coba kabarkan pada dunia sempitku seadanya.
Tapi kalimat - kalimat yang kupilih sepertinya menggambarkan keanehan dan
kebodohan yang mutlak. Aku mencoba manja dan berlindung dengan kalimatku, namun
tak tersampaikan dengan baik. Aku mulai mengetik tak teratur dengan tangan
gemetarku. Tak sadar apa yang ku ketik namun aku sadar aku butuh ketenangan
dari pengaduanku. Namun tetap, tetap saja mereka seperti memberiku kesinisan.
Muak dengan dunia sempitku, aku mencoba menyapa air pagi itu. Beranjak keluar
kamar dan berselimut air. Sekembalinya ke kamar seperti tak biasa, seperti
tergambar senyum – senyum pembodohan. Tanganku meraih mukena dan mulai membuat
pengaduan pada Tuhan dengan kebingungan. Aku meminta pengampunan-Nya,
perlindungan-Nya, dan ketenangan hati. Ya, aku meminta secara lebih pagi itu.
Mulai terdengar suara penenangan samar. Aku tergetar dan meluap. Tapi takutku
tak berkurang.
…
Ku
coba sapa hari dengan hirup udara luar, mencoba berjalan meski tangan gemetar.
Mencoba tersenyum sebagai luapan ketakutan. Jangan tanya mengapa aku bisa! Ku
sapa kawanku ,sembunyikan tanganku mencoba biasa.
…
Sepanjang
keseriusan itu aku masih tergetar. Mencoba tetap mengikuti alur dan berekspresi
sesuai suasana. Aku butuh penenangan lain entah dalam bentuk apa, hati ini tetap
tak luapkan apa inginnya. Hanya resah dan sesak saja yang ia cerminkan.
Sesekali
aku berucap menanggapi rangsangan – rangsangan kalimat luar tentang keseriusan.
Namun
meski aku baik dalam bersandiwara pasti ada saja bagian tubuhku yang menolak.
Meski
mataku mungkin tertutupi lapisan tabu, namun tanganku sangat jujur kali ini.
Sang tangan yang bergetar sejak pagi buta tampilkan keresahan. Aku meminta izin
temanku untuk meminjamkan tangannya untuk kugenggam. Senyum simpulnya meraih
tanganku tanpa terucap ada apa dan mengapa. Terimakasih. Sepanjang keseriusan
itu aliran negatifku tersembuhkan oleh tangan temanku. Dan akhirnya keresahanku
tertumpuk keresahan yang lain. Ini seperti bertubi namun masih dapat ku terima.
Kau ada di titik dimana kestabilanmu goyah. Tak apa itu membuatku sedikit
lupakan.
…
Meski
sehari itu getaranku hilang, namun ketakutanku masih tersimpan. Berfikir
tentang bagaimana itu terjadi adalah sesuatu yang membuatku mengingat kembali
betapa bodohnya aku. Tak bisa akui pada kenyataan bahwa aku takut, bingung, dan
bodoh. Aku terlalu egois untuk mengaku lemah, untuk berucap aku tak sanggup.
Namun
aku yakin Tuhan punya maksud yang indah dibalik ini. meski sesuatu yang tak
dapat aku tangkap.
Mungkin Tuhan ingin melihat sejauh mana aku
dapat bersandiwara pada insan-Nya dan sebaik apa aku sembunyikan segala
gambaran hatiku.
Mungkin
Tuhan juga ingin memperingatkan bahwa tidak perlu selalu menyembunyikan
kelemahan untuk terlihat kuat. Justru orang – orang memperlihatkan kelemahan untuk mendapat
kekuatan dari orang – orang disekitarnya.
Tidak
perlu menahan luapan hati yang seharusnya tertumpah untuk terlihat lebih kuat.
Justru orang – orang mendapatkan banyak kekuatan setelah mereka meluapkannya.
Tuhan
punya banyak rahasia dan rencana terbaik untuk hamba – hamba – Nya. Aku percaya
dan tak goyah disana.
Ini,
yang terjadi padaku. Biarkan aku menjadikannya sebagai buku berhalaman tebal
mengandung banyak makna, sejarah, dan petuah.
Terimakasih
Tuhan atas getaran itu.
Engkau
maha segalanya,,,
No comments:
Post a Comment